OPINI - Setiap kita yang sudah memiliki hak dipilih dan memilih, tentu sudah melalui yang namanya pemilihan ketua OSIS di waktu menjadi siswa SLTP/SLTA.
Dimulai dari perwakilan kelas yang ditunjuk bersama oleh warga kelas. Selanjutnya, perwakilan seluruh kelas mengadakan rapat dan mengusulkan beberapa diantaranya untuk menjadi calon ketua OSIS.
Calon-calon ketua OSIS kemudian mencoba mengkampanyekan dirinya dan berorasi juga tentang apa yang dia akan lakukan. Bahkan, di beberapa sekolah, dilakukan juga debat yang diiringi yel-yel dari para pengusungnya.
Tim pendukung calon juga melakukan lobi-lobi kecil kepada teman-temannya perwakilan kelas lainnya untuk bergabung mendukun calonnya. Lobi-lobi yang dilakukan lebih kepada menjelaskan kelebihan figur calon mereka, program-program OSIS yang akan dilaksanakan tanpa diiming-imingi uang dan sejenisnya.
Baca juga:
Gamawan Fauzi: Semua Ada Akhirnya
|
Selanjutnya, dilakukan pemilihan secara langsung menggunakan kotak suara dan dilakukan pentelian hasil suara. Semua menyaksikan dan mengkoreksi petugas teli jika salah dalam menempatkan teli kepada kolom calon di papan tulis. Semua dilakukan dengan riang gembira, ada sorak sorai tapi tidak sampai memancing keributan. Kalau ada yg 'overacting', akan disoraki bersama-sama.
Setelah perhitungan selesai, ditetapkanlah siapa yang menjadi ketua OSIS. Kemudian, Ketua OSIS juga mengumumkan pengurus inti OSIS sekolahnya. Biasanya, pengurus inti juga dipilih dari calon-calon ketua OSIS lainnya. Secara bersama kemudian di lain hari, mereka bermusyawah menentukan kelengkapan OSIS lainnya.
Ketika proses pemilihan OSIS selesai, semua perwakilan kelas bersalam-salaman dan berpelukan serta memberikan ucapan selamat kepada Ketua OSIS terpilih. Suasana kembali cair. Meskipun mereka mempunyai calon-calon yang berbeda tapi ketika pemilihan selesai, kembali seperti biasa. Tidak ada lagi kubu-kubu, membaur seperti sebelumnya.
Ternyata pembelajaran politik praktis sudah kita lewati sewaktu di sekolah. Pemilihan Ketua OSIS yang riang gembira tanpa ada perpecahan setelah itu. Para warga kelaspun menerima dengan lapang dada ketika mengetahui siapa yang menjadi Ketua OSIS sekolah periode itu dan para pengurusnya.
____
Ternyata, pembelajaran politik praktis telah kita lewati dimasa sekolah dulu. Jika sekolah diibaratkan suatu negara. Perwakilan kelas adalah Partai-Partai. Calon-calon ketua OSIS adalah calon dari koalisi partai. Calon terpilih adalah Presiden/Kepala daerah.
Baca juga:
Think Globally Act Locally
|
Di waktu sekolah, kita bisa mempraktekan proses demokrasi yang demokratis, santun, riang gembira, sportifitas. Kenapa setelah dewasa justru berkubu-kubu, gontok-gontokan, menghalalkan segala cara, saling menjelekan, money politik, dan cara-cara, tindak - tanduk yang tidak demokratis?
Apa kata anak-anak kita siswa SLTP/SLTA?
Baca juga:
12 Tips Agar Terpilih Menjadi Wakil Rakyat
|
Ditulis Oleh:
Indra Gusnadi, SE, M.Si (Judul: OSIS dan Politik Praktis)
Editor: Amel